Kamis, 26 Juli 2012

Kepwal Langgar PP 15

CIKOLE - Kebijakan Pemkot Sukabumi mengeluarkan Keputusan Walikota nomor 142 tahun 2011 tentang pengendalian pemanfaatan ruang dalam wilayah Kota Sukabumi untuk menyiasati kekosongan aturan menyusul berakhirnya Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Sukabumi sejak Juli 2011, dianggap melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2010.
 Sehingga penerbitan izin sejak Juli tahun lalu terkesan ilegal. Meski demikian, Wakil Ketua DPRD Kota Sukabumi Ahmad Fahmi enggan menyebut izin itu ilegal soalnya ada Kepwal yang dijadikan acuan, namun pembuatan kepwal itu yang dianggap melanggar. "Penerbitan Kepwal itu jelas bertentangan dengan PP 15," tegas Fahmi, kemarin.
 Sekadar diketahui dalam PP nomor 15/2010, pasal 24 (4) tentang penyelenggaraan penataan ruang, disebutkan, bahwa pemda tidak menerbitkan dan atau memperbaharui izin pemanfaatan ruang di wilayahnya ketika telah berakhirnya batas waktu RTRW, sebelum diterbitkan RTRW baru.
 Harusnya, kata Fahmi, pemkot patuh pada PP 15 itu, meskipun risikonya harus kehilangan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan beberapa daerah di Jawa Barat terpaksa menghentikan perijinan sementara sebelum Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) baru disahkan. Misalnya Kota Bogor yang terpaksa kehilangan PAD sekitar Rp700 juta lantaran harus menunggu terbitnya perda RTRW baru. "Pemkot ini ibaratnya Robin Hood, membuat aturan sebagai payung hukum penarikan retribusi, tapi awalnya penertiban aturan itu salah atau melanggar PP," kritik Legislator dari Fraksi PKS itu.
 Disinggung soal lambannya anggota dewan mengesahkan perda baru RTRW itu, Fahmi berkelit bahwa kelambanan ini terjadi karena dewan tidak dilibatkan dalam penyiapan raperda dan evaluasi materi muatan teknis raperda RTRW. Sehingga pada tahapan penetapan, dewan terpaksa memulai lagi dari awal menelaah draft RTRW. "Harusnya ketika tahap penyiapan, pemkot dan dewan sudah kerjasama, misalnya bagamana melakukan komunikasi dengan daerah-daerah perbatasan. Buat MoU antar daerah, misalnya transportasi, terminal dan sebagainya. Ini tidak dilakukan pada saat itu, sehingga kami butuh waktu untuk membahas lagi dari awal," jelas Fahmi.
 Sorotan terhadap kebijakan Pemkot Sukabumi menerbitkan Kepwal itu juga menuai sorotan dari Ketua Perhimpunan Advokat (Pradi) Sukabumi, Benyamin Sembiring. Menurutnya, meskipun pemerintah daerah diberikan kewenangan dalam otonomi daerah bukan berarti harus melanggar aturan hukum yang lebih tinggi. "Jelas kalau memang ada aturan hukum yang lebih tinggi melarang untuk memberikan ijin setiap pemerintah daerah harus mentaatinya. Bahkan, tidak bisa digantikan dengan Kepwal," ujarnya.
 Sementara itu, Kepala Bagian Hukum Pemkot Sukabumi, Een Rukmini mengatakan kalau Keputusan Walikota No 142 tahun 2011 tentang pengendalian pemanfaatan ruang dalam wilayah Kota Sukabumi dikeluarkan mengacu pada UU Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. "Memang kalau secara hirarki hukum tidak boleh mengeluarkan ijin selama perda RTRW baru belum disahkan seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2010. Tapi, kita melihat aspek sosiologis yang bakal timbul dampak dari larangan pembangunan tersebut," ujar Een.
 Selain itu, Een juga mengatakan peraturan yang dikeluarkan pemerintah daerah tidak melihat kondisi di daerah seperti apa. "Kalau gejolak sudah terjadi di masyarakat, apakah pemerintah pusat mau bertanggung jawab?," imbuhnya.(nur)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar